Benar ?

Pernah lihat video di sosial media yang berisi kesalahan dari salah satu pihak, yang direkam oleh pihak yang "benar" ? Sudah pasti pernah dan mungkin sering ya...
Kenapa benar aku kasih tanda kutip, karena benar disini asumsinya bukan benar secara benar seperti 1+1=2. Tapi benar dengan asumsi dari masing-masing individu.
Dan dengan merekamnya, ditambah sikapnya yang makin menunjukkan mereka "benar", lalu diupload di sosial media dan dibumbui keterangan pelengkap sesuai dengan "benar"-nya mereka. Mereka akan semakin banyak pendukung yang mem-"benar"-kan sikap mereka. Bukan berarti disini aku memojokkan dan menganggap mereka yang melakukan itu juga salah. Hanya saja, hal seperti itu seperti memaksakan kehendak pemikiran diri sendiri ke orang banyak. Inget ya, bukan mencari saran tapi memaksakan.
Keterangan-keterangan yang mereka pasang hampir semua secara langsung memojokkan yang pihak lainnya.

Mereka semua lupa akan namanya faktor X.
Masih ingat perdebatan soal sopir taksi yang ditilang polisi karena masalah parkir dan berhenti ?
Jika melihat dari sisi Undang-undang jelas si sopir taksi benar, tapi jika melihat faktor X bisa saja si sopir taksi salah.
Untuk yang belum tau ya, inti ceritanya ada taksi yang berhenti di depan pasar, dengan mesin menyala dan supir taksi masih didalam.
Didepan taksi, ada rambu lalu lintas bergambar larangan untuk parkir.
Lalu datangnya 2 polisi, yang intinya menilang si sopir taksi tadi karena parkir disana.
Menurut sang sopir, dia tidak parkir. Dia cuma berhenti karena definisi parkir adalah berhenti lama dan sang sopir tidak ada di dalam mobil. Sedangkan definisi berhenti/stop adalah berhenti sebentar dan sang sopir masih di dalam mobil.
Tapi disisi polisi, itu termasuk parkir dan harus ditilang.
Dari cerita diatas, jika menurut undang-undang yang dikatakan sopir taksi tadi benar, dan dia nggak perlu ditilang.
Tapi jika kita melihat faktor X, bisa saja si sopir taksi memanfaatkan keadaan untuk mencari penumpang dengan berhenti lama disana, tapi dengan posisi masih didalam taksi. Sehingga bisa berdalih dia cuma berhenti bukan parkir.
Kita nggak tau sudah berapa puluh menit dia disana, sehingga polisi harus menindak tegas.
Dan masih banyak faktor X lainnya yang bisa membenarkan si sopir, atau membenarkan si polisi tadi.
Tapi karena direkam lalu diupload ke sosial media dengan bumbu-bumbu yang informatif, terlihatlah si driver benar dan si polisi yang salah.
Karena videonya sangat informatif, jadi semacam doktrin yang memaksa penonton ikut jalan pikiran videonya tanpa melihat faktor X yang lain.

Dan ya, kita sebenarnya nggak tau kan mana yang paling benar dan mana yang paling salah.
Tapi karena lebih banyak yang mengikuti doktrin dari video, terciptalah pemikiran kalau yang divideo benar. Bahwa si polisi salah dan si supir benar.
Padahal ya aslinya sama-sama nggak tau kebenarannya.

Itulah yang terjadi sekarang.
Sedikit-sedikit direkam, dengan kelihatan paling benar tanpa melihat faktor X menyalahkan pihak yang salah. Mereka semua beranggapan bahwa mereka paling benar, dan dengan mereka merekam lalu diupload nantinya. Derajat mereka di sosial media akan makin naik dan juga pemikiran mereka tentang yang mereka anggap benar ya akan dapat banyak dukungan.
Padahal ya nggak jarang video video yang ada malah mendapat feedback yang sebaliknya, yang merekam dianggap salah dan yang mereka salahkan itu benar.
Itu efek karena mereka melupakan faktor X.
Kebanyakan dari mereka hanya ingin mendapatkan pembenaran akan pemikiran mereka atau hanya untuk ketenaran sesaat saja.

Kalau aku post ini, berarti aku juga cari pembenaran ya.
Hahaha~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tesa, antitesa, sintesa

Cerita Kita

Mencoba fokus...